Rabu, 09 Maret 2016

Bunga Cordelia

Bunga ini nampak kering dihimpit kenangan masa lalu..
Mati sudah karena ditinggal oleh sang waktu..

Meski layu dan mati, aku tetap pada pendirian saat itu..
Pemiliknya akan segera kembali menyambut rasaku..

------------------------BC------------------------

Aku menelungkupkan kepala diatas meja belajar. Kenangan tentangnya tak pernah luput dari ingatanku.

Tok--tok--tokk

Mendengar pintu diketuk, Kembali kutegakkan kepalaku,"Masuk!"

Alena menyembulkan kepalanya diambang pintu. Dia sepupuku, yang selalu saja menggangguku.

'Huh..dia lagi'

"Hai, Cor!"Dia menyapa sambil memamerkan cengiran konyolnya.

"Panggil namaku yang benar Len. Bunga saja cukup, jangan nama belakangku."

"Kamu kenapa? Sensi sekali."Dia mengambil posisi duduk ditempat tidurku.

Tak kuindahkan ucapannya. Aku menatap lembar kerja microsoft word yang masih nampak kosong.

"Writer's block!"Ujar Alena.

Tepat!

Ucapan Alena memang benar. Setiap penulis pasti pernah mengalami hal itu.

Tanganku bergerak mengambil Novel pertamaku dengan judul Puing Kenangan. Tanpa sadar, apa yang kutulis nyaris semua tentangnya. Ada bunga mawar yang dulu kuselipkan disana, mawar pemberian Leon waktu itu.

*FLASHBACK ON*

"Bunga yang cantik, untuk Bunga yang baik hati." Leon menyerahkan setangkai bunga mawar cantik padaku.

"Maksudmu apa, Leon? Bunga yang cantik untuk Bunga yang baik hati." Aku sedikit berpikir lalu mengulang kembali perkataannya.

"Bunga Cordelia.."Dia bergumam lirih.

"Hei, itu namaku."

"Kamu tahu, apa arti namamu itu?"

Aku menggeleng cepat, memang tidak tahu apa arti 'Cordelia' dibelakang namaku.

"Bodoh!"Dia mengacak pelan poniku.

"Kenapa kamu mengataiku bodoh?"

Dia menengadahkan kepalanya, memandang langit biru yang memayungi sebuah taman tempat kami berada.

"Cordelia itu artinya baik hati."

"Benarkah?"Tanyaku antusias.

"Hm--

"Dari mana kamu tahu?"

"Dijaman secanggih ini apa pun bisa dilakukan, kamu ini seperti hidup dijaman batu. Coba cari tahu arti namamu lewat mesin pencari."Tuturnya.

Aku mengerucutkan bibir, dia benar-benar keterlaluan. Sudah mengataiku bodoh dan sekarang dia bilang aku seperti hidup dijaman batu?

"Bunga yang baik hati tidak boleh marah,"Leon menarik kedua sudut bibirku membentuk sebuah senyum.

"Kamu ini,"Dengan ganas kucubit pinggangnya, hingga membuat dia meringis.

"Aw-- sakit."

Aku terkekeh. Dia menatapku lekat, jantung ini seolah ingin melompat dibuatnya. Namun ada yang berbeda, senyumnya tiba-tiba memudar.

"Ada apa, Leon?"

"Aku harus pergi."Kudengar dia menghela nafas berat.

Tenggorokanku seperti tercekat, hingga tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Kami bersahabat cukup lama, jadi perpisahan ini sepertinya akan terasa berat. Terlebih ada rasa lebih dari sahabat yang tiba-tiba tertanam dihatiku.

"Maafkan aku, Bunga."

"Per--gi kemana?"

"Ke luar kota. Aku akan melanjutkan kuliah disana."

"Tapi kenapa? Bukankah disini juga banyak Universitas yang bagus?"

"Bukan karena itu, Ayahku pindah tugas. Kamu tahukan aku hanya memiliki Ayah sekarang, dan tidak ingin Ayah disana seorang diri."

"Lalu bagaimana denganku?"

"Jaga dirimu baik-baik, kejar mimpi-mimpimu, aku ingin melihatmu menjadi penulis hebat. Suatu hari nanti, aku akan kembali untuk menemuimu."

"Kamu janji akan menemuiku lagi, Leon?"

"Tentu, tunggu aku kembali!"

Aku mengangguk. Setidaknya sudah berjanji, dan kalian tahu? Bukankah janji adalah hutang? Hutang harus dibayar. Dan aku yakin dia akan kembali untuk menepati janjinya.

*FLASHBACK OFF*

"Bunga itu sudah kering dan tak bernyawa."Alena berucap tiba-tiba.

Aku diam. Ujung-ujungnya dia pasti memintaku untuk melupakan Leon.

"Sudahlah, lupakan Leon! Kamu tidak tahu kan? Barangkali disana dia sudah memiliki seorang gadis, sampai-sampai dia melupakanmu!"

"Tidak! Dia sudah berjanji untuk kembali padaku."

"Lupakanlah, percaya padaku jika kamu terus menunggu akan sia-sia akhirnya."

"Melupakan. Apa itu? Sejenis makanankah?"Ujarku skeptis.

Alena diam.

"Coba kamu jadi aku, melupakan seseorang itu tidak semudah membalikan telapak tangan."

"Bunga, kamu sulit melupakannya karena kamu tetap kekeh pada pendirianmu bahwa dia akan kembali padamu. Tanpa menyadari, bahwa itu adalah sesuatu yang bersifat semu. Dia tak mengikatmu, tak juga memelukmu ketika dia pergi darimu."

"Dia mengikatku tanpa rantai, dan dia memelukku tanpa menyentuh."

"Sulit memang berbicara dengan seorang penulis."Alena berdecak kesal.

"Pulanglah, Len. Aku tidak bisa berpikir jika kamu terus disini. Novel kedua ini harus segera terbit, jadi beri aku waktu untuk sendiri menyepi."Ujarku sambil mendorongnya keluar dari kamar.

------------------------BC------------------------

Karena tak kunjung mendapat inspirasi Aku membuka halaman facebook. Akun facebook milikku sudah berdebu karena begitu jarang ku buka. Ada beberapa notif dan inbox.

Tak ada yang aneh, hanya begitu-begitu saja. Hingga mataku menangkap nama profilnya di inbox.

Leon Ardhana

Lama tak bertemu, bagaimana kabarmu Bunga?

Aku merindukan Bunga baik hati ini..

Bunga Cordelia apa kamu melupakanku? Kenapa tak ada satu pun chatku kamu balas? Aku sulit menghubungimu. Nomorku yang dulu hilang.

Dan beberapa pesan lainnya. Aku  melompat kegirangan. Apa yang kubilang bukan omong kosong, Leon akan segera menemuiku. Tanganku menari dengan lincah diatas keyboard.

Bunga Cordelia

Aku juga merindukanmu, Leon.
Kapan kembali?
Aku pikir malah kamu yang melupakanku. Aku sudah jadi penulis sekarang. Tak inginkah kamu menemuiku?

Send

Aku tersenyum puas setelah mengirim pesan itu.

Leon Ardhana

Minggu depan kita harus bertemu, aku sangat merindukanmu. 5 tahun yang lalu kau masih terlihat pendek. Bagaimana sekarang?
Oh iya, ada seseorang yang ingin aku kenalkan padamu.


Bunga Cordelia

Tentu, aku tunggu ditempat biasa.
Taman langit..

"Leon akan kembali."Aku terus bergumam.

Taman langit, sebenarnya tempat itu adalah sebuah tamab sederhana dekat komplek rumahku, karena begitu luas dan terdapat hamparan rerumputan dibawah naungan langit biru, akhirnya kami namai tempat itu Taman Langit.

------------------------BC------------------------

Hari itu tiba. Leon mengajakku bertemu, tentu saja aku menyambutnya dengan antusias.

Aku membongkar lemari, memilih baju mana yang harus ku kenakan.

"Yaallah, Bunga kenapa bajumu berantakan seperti ini."

"Aku akan pergi dengan Leon."

"Dia benar-benar kembali?"

"Tentu saja, ucapanku terbukti bukan?"

"Baiklah, semoga bahagia selalu bersamamu Bunga."Ujar Alena.

Dengan dress polos selutut warna blue mint aku berjalan tergesa menuju Taman langit.

Bangku taman tempat biasa masih nampak kosong, mungkin Leon akan datang terlambat. Aku duduk sendiri disana.

Tak berselang lama seseorang menutup mataku.

"Leon,"Lirihku.

"Kenapa kamu tahu?"Leon melepaskan tangannya yang menutupi mataku, kemudian mengambil posisi duduk tepat disebelahku.

"Tambah cantik,"

"Kamu juga tampan."

"Bunga baik hati yang cantik ini apa sudah ada pemiliknya?"

Aku membuang pandanganku kearah lain, sudah pasti pipiku ini memerah. Mungkinkah Leon berniat menggodaku sebelum mengungkapkan perasaannya.

"Kenapa membuang muka?"Leon kembali bertanya.

Kuberanikan diri menatapnya. Haruskah aku jawab ;
'Aku tidak memiliki siapapun, karena aku menunggumu Leon.'

Aku menggeleng cepat, rasanya terlalu frontal jika aku berucap seperti itu.

"Hei, kamu ini kenapa?"

"Tidak."

"Aku ingin mengatakan sesuatu."Tanpa komando kami mengucapkannya secara bersamaan.

Aku terkekeh, begitupun Leon.

"Kamu duluan,"

"Kamu saja duluan, Leon."

"Baiklah, ada yang ingin aku kenalkan."

"Siapa?"

"Dimana ya?"Dia nampak mencari seseorang.

"Eh itu, Alyaaa..."Leon berteriak.

Gadis yang dipanggil kemudian menoleh dan tersenyum ramah.

"Itu Alya, tunangan aku."

Deg

"Tu--tunangan?"Aku tergagap.

Leon mengangguk.

"Alya, kenalkan ini Bunga sahabtaku."Leon memperkenalkanku pada tunangannya.

Alya mengulurkan tangan, dan aku langsung menyambutnya.

Mataku memanas, sesak rasanya harus menerima kenyataan menyakitkan ini. Sahabat? Lima tahun menunggu hanya untuk menjadi sahabatnya?

"Bunga, kenapa kamu menangis?"

Ah bodoh!
Rupanya tanpa perintah air mata ini jatuh begitu saja.

"Nggak apa-apa.."

"Aku tahu kamu, Bunga. Pasti ada sesuatu yang membuatmu menangis."

Jika dia mengenalku, bukankah seharusnya dia juga tahu perasaanku?

Aku melirik sekilas tunangannya, dia menatap kami bingung. Gadis itu memang cantik, lembut pantas untuk Leon.

"Seharusnya aku memang tidak pernah menunggu."Kalimat itu keluar tanpa kontrol dari mulutku.

"Maksud kamu apa?"

"Disini aku menunggu selayaknya perempuan yang menunggu kekasihnya pulang. Padahal kamu pergi tanpa memberiku kepastian lebih dulu. Aku mengkhawatirkanmu, aku memikirkanmu, tanpa tau apakah disana kamu juga melakukan hal yang sama? Namun sepertinya tidak."

"Aku mengkhawatirkanmu, aku memilirkanmu tapi hanya sebagai seorang sahabat, Bunga."

"Bunga, Ya seharusnya dulu aku tidak terpaku pada filosofi bunga mawar. Bunga yang diberikan sebagai tanda cinta, dan sudah sepantasnya aku menyadari jika bunga itu hanya sebagai tanda persahabatan."

Leon diam seribu bahasa.

"Beberapa orang memintaku shalat istikharah, agar Allah bisa memberi jawaban haruskah aku pergi atau tetap bertahan. Namun aku tak melakukannya, karena terlalu takut jawaban yang Allah berikan adalah PERGI. Aku masih berpegang pada keyakinanku bahwa kamu akan kembali sebagai Leonku,milikku. Ternyata salah, hari ini Allah memberitahuku dengan cara yang lebih kasar. Padahal jika hari itu aku mau mengadu pada_Nya, meminta pendapat_Nya tentu tidak akan sesakit ini."

Susah payah aku meredam tangisku, meredakan sesak dalam kalbu, namun rasa sakit itu tak memberiku waktu untuk sekedar bernafas.

"Bunga yang bodoh. Iya kan?"Aku menatapnya lagi.

Leon tertunduk.

Kuhirup udara dalam dalam.

"Sudahlah lupakan, mungkin aku saja yang terlalu berharap. Bunga Cordelia yang malang,"Aku tersenyum miris.

"Maafkan aku, Bunga."

"Seperti yang kamu bilang, Cordelia itu baik hati. Bunga Cordelia tidak akan marah. Kita akan tetap bersahabat."

"Maaf, aku tidak tahu jika kamu mengartikan lain. Aku menyayangimu, perduli padamu, aku selalu memikirkanmu, mengkhawatirkanmu. Tapi rasaku itu hanya sebatas perasaan sahabat pada sahabatnya."

"Harusnya aku tahu itu. Terimakasih Leon, semoga kalian bahagia."

Aku melangkah pergi meninggalkan keduanya.

Sakit? Sudah pasti!
Cinta tak bersambut cukup mengoyak hati.
Tapi itu lebih baik, dari pada bersama namun akhirnya saling menyakiti.
Lebih baik sakit sekali kemudian melangkah pergi.

------------------------BC------------------------

Karena kejadian itu, Novel keduaku yang berjudul "BUNGA CORDELIA" berhasil diterbitkan dengan harapan tidak ada Bunga Bunga lain yang bernasib sama denganku.

Serahkan hatimu pada_Nya.
Karena dengan mengikut sertakan campur tangan_Nya hatimu takkan terluka..


*THE END*

Selasa, 23 Februari 2016

Tetap Dalam Jiwa

Banyak harapan yg terlanjur kau sisipkan dalam setiap lembar mimpi..
Banyak angan yang terlanjur kau lambungkan namun dengan sekejap kau hempaskan...

"Kamu itu bodoh Ify,mau sampai kapan kamu menunggu Mario mu itu?"

"Entahlah Sivia..."

"Coba kamu fikir fy,sudah berapa kali dia membuatmu jatuh dan sakit?"

"Tapi tak bisa ku pungkiri jika diapun sering membuatku bahagia..."

"Apa yang dia katakan saat kamu ungkapkan perasaanmu sebelum dia pergi?"

"Tidak ada,hanya seulas senyum.."

"Bodoh!Apa arti senyum itu?jika dia benar benar menghargai perasaanmu seharusnya ada sepatah atau dua patah kata yang dia ucapkan sekalipun itu sebuah penolakan."

"Yang ku tangkap hanya keraguan..."lirih Ify.

"Lebih baik kamu yang perlahan mundur dari pada kamu melihat dia yang semakin menjauh..."

Ify nampak berpikir keras..membenarkan kata demi kata yang diungkap oleh sahabatnya.

**

"Liat pria itu..sepertinya dia memperhatikanmu..."ujar Sivia.

Saat ini mereka tengah berada disebuah cafe.

Ify memandang sekeliling mencari keberadaan orang yang dimaksud Sivia.

"Siapa vi?"

"Laki laki itu..yang duduk di meja paling belakang memakai kemeja kotak - kotak warna merah."

"Sivia jangan mengada-ada mungkin dia sedang mencari temannya.."

"Tidak fy aku yakin dari tadi dia melihat kesini..."

Ify melirik sekilas laki-laki itu..
Sepertinya dia sebaya dengan Ify..dia tinggi,putih,rambut sedikit gondrong dan kurus.

"Sepertinya ada yang mulai tertarik.."ujar Sivia dengan nada menggoda.

Tertangkap basah sedang memperhatikan Ify laki - laki itu langsung mengalihkan pandangannya dan menyesap kembali secangkir hot chocolate ditangannya.

Hari ini hujan memang turun cukup deras..dan tentu saja membuat kami enggan beranjak sebelum hujan reda.

"Fy supirku sudah menjemput didepan..bagaimana jika kamu pulang bersamaku..."

"Tidak Sivia arah rumah kita berlawanan..aku tidak ingin menyusahkan mu.."

"Ayolah fy..hanya mengantar pulang tidak akan begitu menyusahkan..."

"Pulanglah..aku masih ingin disini setidaknya hingga hujan reda.."

"Baiklah...aku pulang..."

Ify mengangguk.

**

*Ray POV*

Gadis itu terus memandang keluar jendela..sesekali tangannya bergerak menyentuh titik titik air yang mulai mengembun dijendela.

Sudah sering aku memperhatikannya ketika dia duduk melamun ditempat itu..

Jika kemarin kemarin aku tak pernah punya keberanian untuk sekedar menyapanya hari ini aku memberanikan diri mendekat.

"Hallo..boleh duduk disini?"

Awalnya dia ragu namun setelah berpikir cukup lama dia mempersilahkan aku duduk didepannya.

"Kamu pria yang dari tadi menatapku bukan?"

Aku tersenyum kecil..rupanya gadis ini menyadari jika sedari tadi aku memperhatikannya.

"Sebenarnya bukan hanya saat ini..sudah sejak lama namun kamu baru menyadarinya.."

"Benarkah?"

"Hm..."

"Kenapa baru hari ini kamu menghampiriku..."

"Karena keberanianku baru muncul hari ini...haha..."

*Ify POV*

Aku terkekeh geli mendengar penuturannya barusan.

"Hei memangnya aku semenakutkan itu?"tanyaku.

"Bukan...bukan menakutkan.."

"Lalu?"

"Aku tak ingin mengganggumu dan malah membuatmu menjauh dariku..."

"Kenapa kamu berpikir seperti itu?bukankah jika sejak lama kamu memberanikan diri menghampiriku kita bisa berteman lebih awal?"

Laki - laki itu tersenyum.

"Oh iyaa siapa namamu?"dia bertanya.

"Namaku alyssa saufika umari..kamu boleh memanggilku Alyssa,Ify atau apapun itu selagi masih berhubungan dengan namaku..dan siapa namamu?"

"Muhammad raynald prasetya..panggil saja Ray.."

**

Semenjak pertemuan tempo hari Ray dan Ify semakin sering bertemu..hanya untuk mengobrol dan makan bersama.

Namun hari ini entah kenapa Ify belum juga datang..Ray melirik keluar namun belum nampak tanda - tanda ify akan datang.

**

*Author POV*

"Untuk apa kamu mengajakku bertemu?"tanya Ify.

Pandangannya lurus kedepan..enggan menatap laki - laki yang sejujurnya begitu ia rindukan.

"Karena aku merindukanmu.."

"Rindu kamu bilang yo?"

"Selama ini kamu kemana?kamu pergi tanpa memberi kepastian..hanya sebuah senyuman yang membuatku terus menerka apa yang kamu rasakan!Sekarang kamu hadir dan tiba - tiba berkata kamu merindukanku?"lanjutnya.

"Maaf fy aku tau aku bersalah.."

"Maaf yo?"

"Jika kata itu kamu ucapkan dulu mungkin aku takkan menunggu..jika kata itu kamu ucapkan dulu mungkin aku takkan ragu menjauh dari kamu.."

"Aku terlalu pengecut fy..dan jujur saat itu aku masih mempertimbangkan bagaimana perasaanku terhadapmu.."

"Mempertimbangkan?"Ify berdecak.

"Kalimat macam apa itu?"lanjutnya.

"Saat itu aku menemukan sesuatu dari diri kamu yang membuat aku kecewa..jadi aku berusaha memcari yang lebih baik dari kamu..."ungkapnya jujur.

Ify benar - benar tak menyangka kalimat kejujuran yang keluar dari Rio akan sangat menyakitkan.

"Ketika kamu adalah prioritas utama dihidupku..ternyata aku hanya urutan ke 1000 dalam list prioritas mu yo..Seharusnya aku pergi dari dulu.Bukan menunggu orang yang yang jelas - jelas mengesampingkan perasaanku.."Ify mengambil tasnya lalu meninggalkan Rio yang masih mematung meratapi kebodohannya.

**

Ray sudah duduk berjam-jam berharap gadisnya akan menampakan diri.

Tak lama ia memang melihat gadisnya itu muncul..dengan mata yang sembab.

Ify langsung duduk dimeja biasa.

"Kenapa?"tanya Ray.

Ify menggeleng.

"Bukan baru hari ini aku mengenal kamu fy..."

"Ini bukan urusan kamu Ray..."

"Tapi aku peduli..."

"Untuk apa?Orang yang aku sayangi saja tak pernah peduli terhadapku..."

"Karena aku menyayangimu...."

Ify terdiam sejenak.

"Jangan pernah mencintai orang yang sama sekali tak mencintaimu..itu akan sangat menyakitkan.."

"Aku tak peduli sesakit apa cinta tak terbalas..cinta bagiku satu ketulusan..cinta bagiku tak perlu balasan..."

"Kamu yakin?Aku memintamu pergi karena aku pernah menunggu dan akhirnya sia - sia..aku tak ingin kamu merasakan apa yang kurasakan."

"Aku takkan menunggu,tak juga melupakan..aku hanya akan mengikuti kemana waktu membawaku...bukan diam terpaku menunggu,kembali ke masa lalu,atau pergi terlalu cepat..."

Ify menangkap banyak makna dalam setiap ucapan pria itu.

"Terimakasih untuk ketulusanmu.."Ujar Ify.

Ray tersenyum.

"Kamu itu seperti embun..."Ujarnya tiba - tiba.

"Mengapa?"

" Embun tidak pernah memilih di daun mana butiran-butirannya akan terbentuk. Bentuknya yang sederhana, bening, dan mampu berubah bentuk mengikuti lingkungan tempatnya berpijak membuat daun-daun betah menjadi tempat persinggahannya. Melihat embun yang begitu sederhana, ternyata sebagai manusia kita bisa belajar banyak.Melalui butiran kecilnya, kita bisa belajar untuk menerima dengan suka cita dimanapun Tuhan menempatkan kita. Bentuknya yang sederhana, mengajarkan kita untuk hidup sederhana, tanpa menggunakan 'topeng-topeng' kebohongan. Karena Tuhan menyukai hati yang sederhana namun penuh kasih.Sepertimu..."
(Filosofi Embun...)

"Sepertiku?"

"Yaa..sederhana dan penuh kasih..."

"Aku anggap itu pujian..."Ray tersenyum kecil.

"Yaa..tentu itu pujian..."

"Fy...kalau memang sekiranya dia tidak baik untukmu lupakanlah...jika dia terus membuatmu sakit pergilah..."ujar Ray.

"Aku akan sepertimu...tidak akan diam menunggu,kembali ke masa lalu atau pergi terlalu cepat..aku akan mengikuti kemana waktu membawaku..."

"Hafal betul dengan apa yang aku ucapkan..."

"Kalimat sederhana yang penuh dengan makna.."

"Kita memang berbeda dan kebersamaan yang kita lalui belum memberi banyak arti..Tapi carilah aku ketika kamu membutuhkanku..Carilah aku ketika hatimu sudah utuh untukku..."

"Aku percaya Tuhan akan mempertemukan orang baik dengan orang baik begitupun sebaliknya...Ray jika suatu saat kamu bahagia dan itu bukan bersamaku aku harap kamu tetap mengingatku..."

"Tentu..aku takkan melupakan orang sepertimu..."

"Biarkan semua yang terjadi hari ini menjadi sebuah kisah yang bisa kenang nanti..."

"Fy..aku berharap suatu saat nanti hatimu bisa menjadi milikku..."ujar Ray.

"Dan ketika hatiku ini untukmu..aku harap hatimu tetap untukku..."

"Aminn....."



*THE END*

Puisi dan Nada

Puisi..
Deretan kata yang mampu bicara..
Rentetan ungkapan perasaan tanpa suara..
Sederhana namun bukan tanpa makna...

Nada...
Denting yang mampu mengubah sunyi..
Irama yang mampu hadirkan nyawa dalam setiap kata..
Notasi indah yang mampu membuat hal biasa menjadi istimewa..

-----

Ketika aku lahir dan tumbuh dalam sunyi..
Dia mengajarkanku mencintai bunyi...

-----

"Ray balikin buku gue..!"

"Nggak!"

Pria itu memang senang menggodaku,mengganggu imajinasiku.

Namaku Nada nama yang terbilang pendek memang.
Aku tak mengerti bagaimana bisa diriku diberi nama Nada?Sangat bertentangan dengan hidupku yang yang begitu mencintai sunyi.

Muhammad Raynald Prasetya dia sahabatku sifatnya berbanding terbalik denganku dia ketua ekskul musik.
Bagaimana bisa?
Tentu bisa..

"Kalo gak lo balikin..gue ancurin gitar lo?"

"Eh jangan...!"Dia langsung berlari kearahku melempar asal buku milikku lalu mengambil gitar kesayangannya.

Cara itu selalu berhasil membuatnya menyerah..baginya musik adalah segalanya.

Aku benci ketika dia tiba-tiba datang kemudian bernyanyi dan menghancurkan khayalan ku.

Dia mengambil posisi duduk tepat disebelahku.

"Apa yang lo benci dari keramaian?"Dia tiba-tiba bertanya.

"Gaduh!"

"Lalu apa yang lo cinta dari sunyi?"

"Ketenangan..."

"Apa pendapat lo tentang nada?"

"Nada takkan bermakna tanpa ada kata didalamnya.."

"Dunia tanpa nada itu sunyi.."

Dia menengadahkan kepalanya memandang hamparan langit senja diatas sana.

'Nada' dalam makna sesungguhnya atau memang kalimat itu ditujukan untukku?

'Ah tidak!Kita bersahabat..'Aku menggeleng cepat menyingkirkan pikiran semacam itu.

Aku mengambil buku yang tadi dilemparkannya.
Dan mulai menulis bait demi bait puisi yang tadi sempat tertunda..

Kita terbiasa lewati waktu berdua..
Bercengkrama layaknya remaja yang tengah dimanja asmara..
Namun cinta tak kunjung menemukan titik akhirnya..
Hanya Terus berputar pada porosnya...

Hidup dalam satu kebersamaan..
Tanpa ikatan...
Tanpa kepastian..
Hanya diperkokoh kata persahabatan..

Memang menyakitkan...
Berada dalam zona pertemanan...
Namun bukan sakit tanpa alasan..
Cintalah yang membuat satu pertemanan kian menyakitkan...

"Friendzone..."Dia bergumam pelan.

Tanpa sadar ternyata sedari tadi dia memperhatikan gerakku dan matanya turut mengawasi apa yang tertulis disetiap lembar buku catatanku..

"Lo suka kebiasaan ngintip-ngintip tulisan orang!"

Dia terkekeh pelan.

"Kita emang beda..."Lirihnya.

Aku menerka-nerka apakah perbedaan ini yang membuat kita sulit bersama.

"Bedanya?"Aku mengernyit tak mengerti.

"Nada dengan puisinya..Ray dengan Nadanya..."

"Berbelit-belit omongan lo itu.."

"Suatu hari lo pasti ngerti..."

-----

Hari ini aku aku melihatnya tengah berlatih dengan murid-murid lainnya.

Entah karena tertarik pada permainan pianonya atau karena lagu yang dibawakannya aku tiba-tiba ingin melihatnya lebih dekat.

Lagu itu berhasil dibawakannya dengan sempurna..Aku tak tau lagu milik siapa itu namun lagu yang tak begitu padat lirik tersebut kaya akan makna.

Untuk lagu kedua dia hanya memainkan instrumen sebuah lagu..

Aku memejamkan mata menikmati dentingan pianonya..
Instrumen itu tak asing bagiku tapi entah dimana aku pernah mendengarnya..dan sepertinya mulai hari ini aku mencintainya.

Setelah dia keluar aku memberanikan diri berbicara padanya.

"Lagu apa tadi?"

"Yang mana?"

"Yang kedua.."Jawabku.

"Haha kenapa?lo suka?" Dia malah bertanya dengan nada mengejek.

"Iya.."Jawabku jujur.

"Saking sibuknya nulis lo gak pernah sama sekali denger lagu ini?"

Aku berdecak kesal kenapa dia senang sekali mengejekku..padahal tinggal bilang 'Lagu bla bla bla' itu tidak begitu sulit.

"Hahaa.."Dia tertawa menyadari perubahan raut wajahku.

"Judulnya Reason (Ost.Endless Love)" Jawab Ray.

"Malah bengong..!Balik yu..."

-----

Sesampainya dirumah aku terhenyak mendengar Ibu tengah bernyanyi..tentu itu hal yang benar-benar jarang terjadi.
Ibuku seorang penulis..dia lebih sering mencurahkan perasaannya lewat tulisan dibanding lagu..jangankan sampai bernyanyi seperti saat ini bicarapun terbilang jarang.
Mungkin karena itu akupun lebih senang berpuisi dari pada bernyanyi..lebih mencintai sunyi dari pada bunyi.

"Ibu..Nada pulang..."Aku masuk kedalam rumah dan Ibu langsung menghentikan nyanyiannya.

"Kenapa berhenti?Nada suka suara Ibu..."Ujarku sambil memeluknya dari belakang.

"Makanlah Ibu sudah menyiapkan makanan untuk kamu..."

"Oh iya...lagu apa yang Ibu nyanyikan barusan?"

"Lagu reason ...liriknya Ibu yang tulis sewaktu ayah dan Ibu akan berpisah dulu dan aransemen musiknya sendiri dari ayahmu..."

'Ayah?'

Aku bahkan lupa memiliki seorang ayah.

Dia pergi meninggalkan aku dan Ibu.

"Sudahlah bu..jangan ingat ingat laki-laki itu lagi!"

"Coba dengarkan ini Nada..ayahmu memang Arranger yang hebat.."

"Ibu cukup!"

"Kami berpisah baik-baik Nada..kenapa kamu harus marah?

Ibu malah sengaja memutar lagunya..mau tidak mau telingaku menangkap setiap nada serta kata yang keluar dari lagu itu.
Tunggu..
Instrumen ini?
Aku mengenalnya..

'Ray!'

Instrumen ini baru saja dimainkannya disekolah tadi..
Aku langsung berlari secepat mungkin keluar dari rumah aku harus segera bertemu dia!
Aku merasa ada yang janggal disini..jika lagu itu ciptaan ayah dan Ibu dan tidak dipublikasi dari mana Ray tau?

-----

Dikaki bukit aku menunggunya
Setelah menunggu cukup lama akhirnya dia menampakan batang hidungnya.

"Sorry nunggu lama..."Ujarnya.

"Gue boleh tau lagu Reason itu bercerita tentang apa?"Tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku.

"Tentang cinta yang rumit..cinta yang tumbuh tak seharusnya tentang janji dan dicampakan..."

"Dari mana lo tau lagu itu?"

"Ayah.."Jawab Ray.

"Lo tau itu dari ayah lo?Dan instrumen itu lo tau siapa yang bikin? "

Ray mengangguk.

"Ada yang mau lo jelasin?"tanyaku

"Gue Kakak lo..!"Ujarnya tiba-tiba.

"Kakak?haha..bodoh!"Aku menatapnya tajam.

"Maafin nyokap gue.."

"Iyaa nyokap lo yang udah ngambil bokap gue!Dan sekarang lo bilang kalau lo Kakak gue?Gue gak sudi jadi adik dari seorang anak yang lahir dari rahim perempuan itu!Perempuan yang dalam sekejap bikin hancur keluarga gue!"

Ray tak bergeming ia menanggapi dalam diam luapan emosi Nada.

"Maafin gue...."

"Jadi ini yang buat lo gak mau merubah status persahabatan kita jadi sesuatu yang lebih?Karena lo tau gue adik lo?Iyaaa??!!"

Emosiku memuncak ketika melihatnya hanya diam.

"Kenapa?Kenapa lo biarin perasaan ini tumbuh padahal lo tau kita gak mungkin bersama..!"

Aku memeluk lututku berusaha meredam semuanya.

Aku melihatnya semakin tertunduk.

"Ini bohong kan?tolong bilang sama gue kalau ini bohong..."

Namun dia tetap diam.

"Gue bisa jelasin semuanya..."

"Apa yang mau lo jelasin......."

*Flashback On

"Tega sekali kamu Mas!Kamu sama sekali tidak menghargai pernikahan kita!"

"Rita maafkan aku.."Ujar Rangga.

"Maaf katamu mas?Apa tidak pernah sekalipun kamu memikirkan perasaan Kami?Perempuan yang kamu lukai?"

"Bukan begitu!Dia membutuhkan pertolonganku.."

"Menolong apa harus dengan cara menikahi?"

"Kamu bayangkan jika kamu ada diposisi perempuan itu..sehari menjelang pernikahannya calon suaminya meninggal dan calon suaminya itu sahabatku.Aku hanya diamanahkan untuk menjaga perempuan itu..."

"Tapi kamu suka kan?"

"Suka?Sebelumnya aku tidak mengenal perempuan itu..."

"Tanpa rasa suka bagaimana mungkin dia melahirkan seorang anak perempuan?"

Ray yang waktu itu masih berusia 7 tahun hanya bisa mengintip pertikaian Ayah ibunya.

"Ceraikan aku..."

"Tidak!"

"Ceraikan dia!"

Rangga diam.

Namun tiba-tiba hati istrinya melunak..entah apa yang dipikirkannya.

"Baiklah aku ikhlas..tapi ingat!Kamu harus bisa berlaku adil..."

"Terimakasih..aku janji sebisa mungkin akan berlaku adil kepada kalian..."

*Flashback Off

"Jadi Tante Rita istri pertama ayah?"

Ray mengangguk.

"Tapi meskipun Ibu ikhlas dipoligami tante vira nyokap lo malah memilih pergi.Dia bilang tidak akan ada perempuan yang benar-benar Ikhlas cintanya terbagi yang ada mereka hanya saling berkorban.."

Nada mengangguk.

Jadi itulah alasan mengapa ayah dan ibunya berpisah.

"Lima tahun lalu ayah dan ibu meninggal dalam kecelakaan mobil..."

"Ayah meninggal?"

"Hm..dan gue lihat jelas gimana ayah meregang nyawa karena Ibu langsung meninggal ditempat kejadian."

Aku membekap mulutku menahan tangis.

"Satu pesan ayah..ayah nyuruh gue jagain lo tanpa kasih tau identitas gue."

"Kenapa?"

"Mungkin ayah tau kalau akhirnya lo bakal nolak gue seandainya lo tau gue anak ayah dari ibu yang lain..."

"Kenapa lo baru bilang sekarang?Cinta ini terlanjur tumbuh..."

"Kita gak bakal tau kapan dan kepada siapa cinta ini akan tumbuh..begitupun gue!Gue gak tau kalau perasaan lo bakal berubah lebih dari seorang sahabat..."

"Terus maksud lo puisi dan nada waktu itu apa?"

"Puisi dan Nada dua hal yang berlainan namun bisa saling berdampingan..begitupun kita..meski tanpa cinta kita tetap bisa saling melengkapi serta menjaga..."Ujarnya.

Aku menatap lekat Pria yang sudah lama begitu ku cintai..

'Biarkan aku menatapnya lebih lama sebagai orang yang kucintai untuk terakhir kalinya..karena setelah ini dan selamanya pandanganku harus kualihkan dari cinta menjadi sekedar sayang yang normal dari seorang adik pada kakaknya...'

"Puisi dan Nada dua hal yang berlainan Nada bisa mengubah puisi menjadi sebuah symphony dan puisi bisa membuat nada yang biasa menjadi kaya akan makna..."Ujarku.

Ray tersenyum tipis.

Tangan kokohnya bergerak merengkuh adik kesayangannya.

"Terimakasih kak..."Ujarku lalu bersandar dibahunya menatap langit senja seperti biasa.

The End

-----

Future

Apa yang telah digariskan Tuhan..
Tak mungkin terbantahkan..
Dan apa yang terjadi nanti..
Tergantung kita hari ini...

----------

Setelah cukup lama terpaku terbelenggu dalam satu rasa yang tak kunjung berlalu..
Hari ini ku tekadkan untuk mengubur masa itu..
Masa dimana hatiku utuh untukmu..
Masa dimana hanya kamu yang betah bertamu dalam kalbu...

----------

Siapa yang tak mengenalnya laki-laki luar biasa satu ini?
Muhammad Raynald Prasetya drummer muda idola remaja.
Diusia yang masih terbilang muda Ia mampu mencatatkan namanya di papan persaingan musisi Indonesia.

Dia bercita-cita menjadi seorang Arranger.

Gilang Ramadhan sosok itu begitu dikaguminya..satu yang sampai saat ini masih ku ingat dia selalu berkata "Gilang Ramadhan itu punya konsep mahal yang nggak semua orang bisa.."

Sebagai seorang sahabat aku hanya bisa mengiyakan apapun yang membuatnya bahagia.
Seperti saat ini..kurelakan hatiku untuk melepasnya dan membiarkan dia bahagia dengan pilihannya.

"Alyssa!" Aku menoleh dan mendapati dia sudah berdiri dibelakangku.

"Ada apa Ray?"

"Nanti malam datang ya..gue jadi guest star di acara band competitions gitu..."

"Dimana?"Tanyaku.

"Di Fit and Food..gue harap sih lo datang nanti sekalian gue kenalin sama Nadine..."

"Insyaallah kalau gue gak sibuk.."Ujarku sambil membenarkan letak kacamata yang sedikit turun.

"Hm..jangan lupa datang ya!"Dia menepuk pelan bahuku sambil berlalu.

Hampir disetiap eventnya aku datang..dan tanpa malu dia mau memperkenalkanku pada teman-temannya.

Malu?
Mengapa?
Aku hanya gadis cupu dengan segala keterbatasanku..
Lihatlah kacamata tebal ini!
Lihatlah gigi berbehel ini!
Lihatlah rambut yang dikepang tanpa seni ini!
Itu sudah mampu mendeskripsikan betapa aku tak pantas untuknya..
Dan seharusnya sejak awal perasaan ini tak pernah ada..

-----

Acara sudah berlangsung sejak 3 jam yang lalu namun aku belum juga sampai ketempat tersebut.

Aku melirik sekilas arloji yang melingkar dipergelangan tanganku.

'Jam 7 lewat...bagaimana ini?'Aku terus menggerutu dalam hati.

From : Ray
Al lo jadi datang kan?setengah jam lagi gue perform..
__________

Aku menghela nafas berat..
Apa mungkin aku bisa sampai tepat waktu?

To : Ray
Gue masih dijalan!
Sorry kalau gue telat..
Sukses buat perform lo hari ini :)
__________

Karena tak mendapat balasan aku memasukan kembali ponselku kedalam tas.

Aku bergegas turun dari sebuah angkutan umum yang ku tumpangi lalu berjalan sedikit tergesa memasuki tempat acara.

Sesampainya disana semua mata langsung tertuju padaku.

Rambut lepek karena air hujan serta dandanan yang terlalu biasa.

Lain dengan Ray..dia justru menyambutku.

"Hai Al..akhirnya lo datang juga!"

Aku mengangguk.

Dia langsung menuntunku kesamping stage tepat disebelah seorang gadis.

"Al ini Nadine cewe gue..."

Aku langsung mengulurkan tangan..bukannya membalas gadis itu justru menatapku dengan tatapan menghina.

"Alyssa..."Ucapku.

"Nadine.."Ujarnya dingin.

"By cepat naik host udah panggil-panggil dari tadi..."

Aku membuang pandanganku kearah lain..
Huh..sesak juga rasanya melihat orang yang kita cintai telah bersama orang lain..

"Do'ain gue yaa..."Ujarnya.

Aku mengangguk.

Seperti biasa ku arahkan kamera ponselku kepadanya.

Mataku seperti enggan menatap dia dalam kamera..
Aku lebih suka menikmati setiap geraknya langsung dengan indera..
Ya..Mataku jauh lebih senang dimanjakan dengan melihat langsung aksinya...

Dia naik mengucapkan beberapa kata baik berupa sapaan atau ungkapan terimakasih.

"Terimakasih buat crew yang udah kasih gue kepercayaan buat perform disini,terimakasih juga buat partisipasi kalian yang ikut band competitions ini dan terakhir terimakasih buat kalian yang udah dateng terutama buat cewe gue Nadine.."

Semua bersorak menanggapi kicauannya..Nadine pun nampak begitu bangga di specialkan.
Lain denganku..
Aku menunduk dalam berusaha membendung air mataku..

Dia mulai menunjukan aksinya
Semua mata dimanjanya..
Semua bibir dibuat berdecak kagum atas performanya..
Begitupun aku..

Lagu Burn milik Ellie Goulding yang belakangan sering dibawakannya menggema memenuhi seluruh penjuru ruangan.

Aku melirik sekilas Nadine yang sedari tadi asik menatapnya..Ray pun sesekali terlihat curi-curi pandang pada gadisnya.

Kalian tau seperti apa hatiku?
Cemburu?Tentu..
Namun aku sadar untuk apa cemburu ku?
Dan siapa diriku..

-----

Aku menunggunya diparkiran,jika biasanya selepas perform dia akan mengantarku pulang namun entah untuk hari ini..

Tak lama dia keluar bersama Nadine.

"Hai Al nungguin siapa?"Tanya Nadine.

Aku diam tak tau harus menjawab apa.

'Nungguin Ray..' yang benar saja.

"Emh..itu aku mau minta foto sama Ray.."Ujarku.

Ray sedikit terkejut mendengar penuturanku,pasalnya selama ini tak sekalipun aku meminta foto bersamanya.

"Baiklah..sini ponsel lo biar gue yang foto!"Ujar Nadine.

Aku membuka aplikasi Kamera lalu menyerahkan ponselku pada Nadine.

Ray merangkulku..aku mendongak menatapnya meminta penjelasan.

"Senyum.."Ucapnya pelan.

Aku mulai menatap kamera sambil mengulum senyum.

Nadine..
Gadis itu nampak begitu kesal.

"Prakkk"

Aku terbelalak ketika ponselku terlepas dari tangannya,entah itu disengaja atau tidak.

"Ups..sorry gak sengaja.."

Ray terdengar menegur gadis itu namun aku tak menghiraukannya..aku berjongkok memungut ponselku yang sudah tak jelas bentuknya.

"Gue pulang duluan Ray..."Ujarku sambil berlalu dari hadapan keduanya.

-----

Ini sudah hari ke-7 semenjak kejadian itu aku tak berkomunikasi dengannya.
Pertama memang karena ponselku rusak dan alasan lainnya karena aku merasa sudah tidak dibutuhkan.

"Al si Ray telpon gue terus dia nanyain lo.."

Pagi-pagi begini Sivia sudah berbicara keras padaku.

"Tinggal bilang 'gak tau' selesai kan vi?"

Sivia menggeleng.

"Alyssa!"

Suara itu suara yang paling tak ingin ku dengar saat ini.

Aku tak bergeming.

"Al ko lo susah banget sih dihubungin?Disekolah juga kita jarang ketemu sekarang...lo sibuk ya?"

"Gue?atau lo?"

Ray diam.

Kalau memang dia memikirkanku mengapa tidak ada usaha untuk sekedar menemuiku dikelas.

"Sorry kemarin-kemarin gue..

"Gue tau.."Belum sempat dia menyelesaikan ucapannya aku segera memotongnya.

Yaa..beberapa hari ini aku memang sering melihat Ray tengah bersama Nadine.

"Lo udah gak butuh gue kan?Jadi jangan ganggu gue lagi..."

"Ko gitu sih?Kita kan sahabatan Al gak ada kata butuh atau gak butuh karena pada dasarnya kita memang saling membutuhkan.."Ujarnya dilematis.

Aku tersenyum miris.

'Sahabat?'

"Oh iya kita sahabat.."Lirihku.

Ray mengernyit melihat ekspresiku.

"Lo kenapa sih?Gue ada salah sama lo?"

"Lo gak punya salah ko..dari awal gue yang salah.."

"Maksud lo?"

"Iya gue yang salah karena udah jatuh cinta sama sahabat gue sendiri.."

"Al..lo..."

"Lupain anggap gue gak pernah bilang itu..."Ujarku kemudian sambil menyunggingkan seulas senyum.

Ray semakin bingung..sedangkan Sivia yang sedari tadi duduk disampingku akhirnya angkat bicara.

"Dasar gak peka!"

Sivia menarik tanganku keluar meninggalkan Ray yang masih terpaku ditempatnya.

"Al dari awal kan gue udah bilang sama lo kalau Ray itu cuma PHP sama lo!"

"Bukan salah dia..gue yang terlalu berharap"

"Ada yang berharap berarti ada si pemberi harapan!Ray udah berhasil menanamkan harapan itu dihati lo sampai-sampai sekarang lo harus menuai kelukaan!"

Aku tersenyum..diam-diam membenarkan ucapan Sivia.

Yaa..
Dia sudah berhasil menanamkan jutaan harapan dihatiku..
Namun yang ku tuai dari apa yang dia tanam bukanlah kebahagiaan melainkan luka dalam kalbu..

"Al dengerin gue..kalau lo gak mau pergi dari sekarang sampai kapanpun luka itu gak akan turut pergi.."

"Gue gak tau saat ini harus bertahan atau pergi.."

"Lo harus bisa meyakinkan perasaan lo..!Dia akan selamanya seperti itu.."

"Dia datang hati lo terbuka..dan seandainya dia pergi pun hati lo terbuka..tapi apa yang dia lakuin?Dia beridiri tepat didepan pintu hati lo,menghalangi orang lain menyentuh perasaan lo!Ini gak adil!"Lanjutnya.

"Biar waktu yang menghapus perasaan ini.."

"Jangan bercanda..waktu gak bakal bisa menghapus perasaan lo!Lo mantapkan hati lo dulu buat pergi dan biar waktu yang menghapus sisanya..ingat 'sisanya'  bukan seutuhnya.."

"Thanks yaa vi..gue gak tau gimana kalau gak punya sahabat kayak lo!"

"Al apa yang bakal terjadi sama hidup lo nanti ditentukan hari ini..!"

Aku mengangguk..

Aku tak perlu menerka-nerka akan seperti apa masa depanku nanti..
Yang perlu aku lakukan hari ini memperbaiki diri..
Agar tak menuai kekecewaan lagi esok hari..

-----

10 tahun berlalu..

Aku memeluk erat sebuah undangan pernikahan yang ku dapat hari itu..
Jika dulu aku memilih tetap bertahan menanti..
Mungkin saat ini aku jadi satu dari sekian wanita patah hati..
Namun itu tidak terjadi padaku kini..
Aku pergi dan ku cari bahagia lagi...

Dia yang dulu ku pikir akan menjadi pelengkap masa depanku..
Toh sejak hari itu hanya jadi bagian usang masa laluku..

"Selamat..semoga bahagia selalu bersamamu.."

*The End*

Bukan Dongeng

Bahagia macam apa yang kamu lihat ketika aku tanpamu? Jelas-jelas kamu tahu jika kamu adalah alasanku untuk bahagia!
•Gwen Alyssa•

***

Ku terpaku mengingat semua kenangan itu.Dimana dengan keji dia meminta untuk membuang jauh rasa dalam kalbu.

Bukan karena dia menolak,dia mencintai namun enggan mempertahankanku karena sebuah alasan semu.

Gwen Alyssa itu namaku.

****

Raynald Alexi Pratama nama indah itu senantiasa menjadi pemeran utama dalam setiap dongengku.

"Gwen tidak bosan terus menerus menjadikan nama itu tokoh utama dalam dongengmu?"Malika bertanya pelan.

"Tentu tidak,nama ini begitu indah dan aku suka."

"Kamu menyukainya?"

Aku diam.

'Ya aku menyukainya..'Batinku.

"Jawablah Gwen..!"

"Jika benar aku mencintainya kenapa?"

"Tentu kamu harus mengungkapkannya!"Titah Malika.

"Aku ini perempuan.Teori dari mana jika harus mengungkapkan lebih dulu?"

"Tapi kamu tidak akan pernah tau bagaimana perasaannya jika kamu tidak mau mengungkapkan perasaanmu!"

"Ayolah Malika itu tidak mudah,"Ujarku.

"Baiklah jika kamu tidak mau melakukan hal yang terlalu frontal bagaimana jika kita buktikan diam-diam."

"Maksudmu?"

"Laki-laki itu tidak lihai dalam menyembunyikan perasaannya.."

"Lalu?"

"Apakah dia sering mengirim pesan singkat padamu?"

Aku menggeleng.

"Berupa perhatian,obrolan tidak jelas,kekonyolan atau apapun itu tak pernah?"

"Dulu iya tapi sekarang bisa dibilang jarang,"Jawabku.

Malika nampak berpikir.

"Hm..sepertinya kamu harus siap dengan berbagai kemungkinan.."Ujarnya dilematis.

"Maksudnya bagaimana?"

"Ya kemungkinan jika sudah ada sosok baru yang mengisi hatinya.."

"Sudahlah aku tidak ingin menduga-duga."

"Bukan menduga-duga Gwen hanya belajar realistis." Sanggahnya.nk

"Realistis seperti apa yang kamu maksud?Selama ini aku cukup realistis."

"Tidak!Kamu lebih sering dibuai dengan dongeng-dongeng happy endingmu itu.Kamu rela menunggu lama dengan harapan kelak dia akan datang sebagai pangeranmu dan kalian akan hidup bahagia,punya anak dan mati tua bersama."

"Apa salah jika aku bermimpi?"

"Itu bukan mimpi tapi ambisi,jelas sekali kamu begitu ingin memilikinya padahal kenyataan menyakitkan nampak didepan mata."

"Kita pakai cara kedua.Aku akan mendekatinya untuk tau siapa perempuan yang mungkin ada dihatinya,"Ujar Malika sambil berlalu.

****

Keesokan harinya..

Aku melangkah gontai menyusuri lorong sekolah yang masih nampak sepi.

"Gwen.."

Aku diam sesaat ketika merasa ada yang memanggil namaku.

"Raynald.."

"Ada yang ingin aku bicarakan.."

"Bi--bicara apa?"Tanyaku terbata.Jujur saja aku begitu gugup jika sudah bersamanya.

"Tentang kita,perasaanku dan perasaanmu"

Jantungku berdebar tak menentu entah apa yang akan dia katakan.

"Ta--pi sepertinya tidak ada yang perlu kita bicarakan."

"Tentu ada!Lebih baik kita duduk"

Aku mengangguk lalu mengikuti langkahnya.

"Aku tahu jika kamu mencintaiku,"Raynald mulai membuka pembicaraan.

Sontak saja aku terbelalak kaget.

"Dari mana kamu tahu?"

"Tak jarang aku melihatmu menangis jika aku tengah bersama perempuan lain.Seringkali aku menangkap basah kamu yang tengah memandangku."

"Apa semua itu cukup untuk membuktikan jika aku mencintaimu?Bukankah seorang temanpun bisa seperti itu?"

"Ada yang berbeda dari tatapmu dan aku yakin itu lebih dari seorang teman."

"Lalu apa maumu?"

"Kamu selalu menderita ketika ada di dekatku dan selalu saja ada air mata saat kamu bersamaku.."

Jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya.

"Jadi-- "Dia menggantungkan kalimatnya.

"Lupakan aku.."

Deg

Debaran kencang tadi seolah dipaksa terhenti.

Aku mematung,bingung mengapa dia tiba-tiba berkata seperti itu.

"Apa yang kamu pikirkan ketika kamu memintaku mengubur rasa ini?"Aku memberanikan diri menatapnya."coba pikir kembali apa yang kamu ucap tadi.."lanjutku.

"Karena aku mencintaimu.."

Aku mengernyit tak mengerti mendengar alasan yang terlontar dari bibirnya.

"Jika kamu juga mencintaiku lalu atas dasar apa kamu memintaku melupakanmu?"

"Mungkin kamu akan bahagia ketika jauh dariku."Dia menunduk dalam membuatku semakin geram.

"Bahagia macam apa yang kamu lihat ketika aku tanpamu? Jelas-jelas kamu tahu jika kamu adalah alasanku untuk bahagia"

"Jangan menggantungkan bahagiamu padaku karena mungkin saja aku akan mengecewakanmu.."

"Baiklah jika itu maumu.Alasan itu semu namun cukup menyadarkanku jika kamu tidak memilihku."

***

Bukan melepaskan tapi mendorongnya pergi!
Disebut melepaskan ketika kamu pernah berusaha menahan kepergiannya
•Hisana Malika•

***

*Author POV

Dengan langkah tergesa pagi itu juga Malika menghampiri Raynald dikelasnya.

"Raynald!"

Pria yang merasa dipanggil itu menoleh.

"Apa yang kamu lakukan pada sahabatku?"

"Aku tidak melakukan apapun.Aku hanya melakukan apa yang terbaik,"Jawab Raynald.

"Yang terbaik?Iya yang terbaik untukmu agar kamu bebas mengejar perempuan lain!"

"Bukan seperti itu!"

"Lantas seperti apa?"

"Dia selalu menderita setiap ada didekatku jadi aku melepaskannya.."

"Bukan melepaskan tapi mendorongnya pergi.Disebut melepaskan ketika kamu pernah berusaha menahan kepergiaannya!"

Raynald diam.

"Kamu hanya diam ditempatmu melihatnya lari karena menderita!"

"Yang jelas aku tahu apa yang terbaik untukku juga untuknya!"

"Baiklah terserah kamu saja laki-laki egois!"

Malika lantas pergi meninggalkan Raynald.

Jika boleh memilih Raynald tentu tidak menginginkan hal semacam ini terjadi.

Tapi gadis itu terlalu serius dan tidak memberikannya ruang gerak untuk dia bersama teman-temannya.Melihat dirinya bersama perempuan saja gadis itu langsung cemburu juga menangis dan Raynald tidak suka itu.

Bukan karena Raynald tak mencintainya justru karena Ia begitu mencintainya sehingga ia benar-benar menjaga perasaan gadisnya.

Lebih baik sekali terluka dari pada menderita selamanya.

****

Banyak hal yang dipelajarinya saat ini..

Sehebat apapun seorang penulis ia hanya mampu mengatur alur hidup tokoh dalam ceritanya tetapi tidak untuk mengatur alur hidupnya sendiri..

Sepandai apapun seorang penulis mengontrol perasaan tokoh didalam ceritanya,tetap hanya Tuhanlah yang mampu mengontrol perasaan tokoh nyata dalam hidupnya..

Semanis apapun kisah yang dirangkainya tetap kisah Tuhanlah yang paling indah untuknya..

****

"Gwen maaf..."

"Maaf untuk apa?"

"Kalau kemarin aku tidak mempertanyakan perasaanya padamu mungkin kamu tidak akan terluka seperti saat ini.."

"Lupakanlah!Justru aku sangat berterimakasih padamu.Karena kamu sekarang aku tahu apa yang semestinya aku lakukan.."

"Apa yang ingin kamu lakukan?"

"Menjalani hidup normal seperti orang kebanyakan.Menata ulang hidup yang selama ini aku sia-siakan."

"Apa kamu membencinya?"

"Membenci siapa?Raynald?"

Malika mengangguk.

"Tidak sama sekali."

"Bukankah dia telah menyakitimu?"

"Bukan menyakiti,itulah caranya mencintaiku."

"Bagaimana mungkin kamu berpikir demikian?"

"Karena dia ingin melihatku bahagia dan dia pikir itu bukan bersamanya.."

"Bukankah karena itu kamu terluka..?"

"Sederhana saja aku terluka mungkin karena memang kami tidak di takdirkan bersama.."

"Kamu yakin tidak ingin bersamanya?"

"Kamu bilang aku harus realistis bukan?Dan mulai saat ini aku akan melakukan itu.Kisah happy ending bersama pangeran berkuda putih hanya untuk para pembaca dan aku tak ingin terjebak dalam dongeng yang kutulis sendiri..kisahku sudah ditulis sempurna oleh tangan Tuhan dan jika waktunya tiba tentu Tuhan akan menghadirkan bahagia yang nyata."

"Tetaplah menulis buatlah mereka bahagia membaca kisahmu.."

"Terimakasih Malika.."

"Aku yang seharusnya berterimakasih.Aku belajar banyak darimu,tulisanmu,ketulusanmu,semuanya..."

"Aku juga belajar banyak darimu,kisah ini nyata dan bukan dongeng semata."

Gwen dan Malika tersenyum penuh arti.

****

Cobalah mencintai secara sederhana..
Agar luka yang kelak didapat takkan begitu menganga..
Karena ketika kamu menyerahkan hatimu seutuhnya..
Kecewa luar biasa harus siap kamu terima..

Serahkan hatimu pada pemilik Cinta hakiki..
Maka bahagia segera kembali entah hari ini entah itu nanti..

*The End